Hanibal Wijayanta, Jurnalis ANTV, mengungkap ‘dagelan’ operasi Detasemen khusus 88 Mabes Polri dalam penangkapan sejumlah orang yang dituduh terkait dengan ISIS. Dia mengungkap sejumlah kejanggalan dalam operasi tersebut dalam laman facebook miliknya. Berikut isinya:
The Dagelan Continues…
Di tengah-tengah keriuhan berita tentang penggerebegan dan penangkapan para anggota ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah) di berbagai tempat di tanah air

Penggerebekan oleh Densus 88 Anti Teror
Pak Polisi, kemarin Bapak mengepung dan mendobrak sebuah rumah di Cibubur, dimana di dalam rumah itu hanya terdapat 1 wanita bercadar dan 3 anak kecil. Jika Bapak seorang Muslim, pastilah Bapak paham mengapa wanita itu enggan membuka pintu untuk Bapak sekalian. Ya, karena sang Suami tidak sedang berada di rumah. Padahal Bapak tahu dimana keberadaan sang Suami, dia bersama Bapak, bukan? Sebelumnya Bapak sudah menangkap suaminya, bukan?

Bapak, jikapun ISIS berbahaya bagi keutuhan Negara ini, se-urgent itukah, sehingga penanganannyapun begitu heroik?

Dicatat oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (4/344),
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ، قَالَ : سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ ، عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ مَالِكٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : ” مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا ، ثُمَّ دَخَلَ النَّارَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ ، فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ وَأَسْحَقَهُ “
Muhammad bin Ja’far menuturkan kepadaku, Syu’bah menuturkan kepadaku, ia berkata, Qatadah menyampaikan hadits dari Zurarah bin Aufa, dari Abu Ibni Malik dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:
Barangsiapa yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup atau salah satunya, lalu setelah itu ternyata ia masuk neraka, maka Allah akan masukan ia lebih dalam lagi ke dalam neraka

Suatu kisah yang diceritakan dalam tazkirah ramadhan di Masjid Sultan Zainal Abidin Kuala Terengganu yang sangat mengharukan dan bisa menitis air mata.

Seorang lelaki melewati sebuah kawasan perkuburan di suatu malam yang kelam dan sunyi. Tiba-tiba ia terpandang suatu cahaya yang terang benderang muncul dari sebuah kubur, dan terus menjulang ke langit. Dia merasa sedikit ketakutan dan berdebar.
Terpegun dan kaku melihat kejadian itu. Dia terfikir kemungkinan kubur ini adalah kubur seseorang yang sangat istimewa. Samada ia seorang waliyullah atau ulamak atau orang soleh yang istimewa kedudukannya di sisi tuhan. Diambilnya sebatang kayu lalu dipacak di atas kuburan yang bercahaya itu.

AlhamdulillahAsshalaatu wassalaamu ‘ala nabiiyihi alkariim.
Beberapa tulisan di dunia maya menyebutkan kelirunya ungkapan “subhaanallah” ketika seseorang takjub atau kagum terhadap sesuatu. Pernyataan yang benar,insya Allah, bahwa salah satu ungkapan yang dilirihkan seorang muslim ketika takjub atau kagu
m terhadap sesuatu adalah ungkapan ‘subhaanallah’.
Berikut beberapa dalilnya,

Dalil pertama

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Menggapai surga adalah dambaan setiap hamba. Setiap insan pastilah menginginkannya. Seseorang tidak akan masuk surga kecuali dia berada di atasal haq, di atas jalan kebenaran. Dan seseorang tidak akan mengenal jalan kebenaran kecuali dengan ilmu. Ilmulah yang membimbing seseorang berada di atas jalan kebenaran. Ilmulah yang membimbing benarnya amalan hamba. Ilmu lah yang membimbing seseorang terhindar dari jalan kesesatan. Oleh karena itu, tepatlah jika di antara sebab untuk meraih janji surga adalah dengan menuntut ilmu agama.

Kewajiban Menuntut Ilmu Agama

Ilmu artinya mengetahui kebenaran dengan petunjuk. Jika disebutkan ilmu secara mutlak, yang dimaksud adalah ilmu syar’i, yaitu ilmu tentang perkara agama yang wajib diketahui oleh mukallaf (orang yang sudah dikenai beban syariat) (Hasiyah Tsalatsatil Ushul)

Tentu sedih jika melihat di antara saudara kita ada yang murtad, pindah pada agama lain. Bagaimana sikap kita jika ada saudara kita yang demikian?
Murtad adalah orang yang keluar dari Islam berpaling kepada kekafiran baik dengan ucapan, perbuatan, meninggalkan amalan atau sebab keyakinan. Namun tidak setiap yang terjerumus dalam kekafiran dikatakan kafir murtad karena boleh jadi dia memiliki udzur bisa jadi karena tidak tahu, salah paham, dipaksa, atau keliru.
Beberapa bentuk riddah (murtad) ada yang tidak menerima udzur seperti orang yang mencaci maki Allah dan Rasul-Nya. Begitu pula orang yang menyatakan dirinya keluar dari Islam dan tidak mau bertaubat, maka ia disebut murtad.
Jika ada di antara saudara kita ada yang murtad, maka hendaklah kita bersikap sebagai berikut:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala memberikan wewenang kepada penguasa untuk menghilangkan sesuatu yang  tidak bisa dihilangkan oleh Al Quran.” (Utsman bin Affan)
Menarik bila kita mencermati penulis barat Michael H. Hart dalam bukunya “The 100 – a Ranking of Most Influential People in History”. Dalam bukunya dia menilai Nabi Muhammad dengan kalimat “he was the only man in history who was supremely succesfull on both the religious and secular level”.

Kerjasama Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran (UAR) dinilai hanya memuluskan ekspansi ideology imamah Syiah yang membahayakan bagi Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi Hukum dan Per-Undang-Undangan MUI Pusat, Dr. Abdul Chair Ramdahan menanggapai kerjasama UIN Jakarta dan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran Rabu (18/03/2015) lalu.
Menurut Dr Abdul Chair Ramadhan, kerjasama kedua institusi itu hanya merupakan salah satu bagian dari kepentingan geostrategi Iran agar dapat diakui di Indonesia sebagai salah satu madzhab resmi dalam Islam.
“Melalui propaganda madzhab Ahul Bait yang sebenarnya menggabungkan dua aliran yakni aliran Jafari dan Itsna Asyariah sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 UUD Rep. Iran, Syiah Iran hendak melakukan ekspansi ideologi Imamah,” tegas Dr. Abdul Chair kepada hidayatullah.com, Jum’at (20/03/2015).


Di era media sosial seperti sekarang, handphone seringkali menyita waktu. Di kawasan Depok, kalau kita mau perhatikan perilaku remaja zaman sekarang, mereka yang ke sekolah dibonceng sepeda motor oleh orang tuanya tak henti-henti menatap layar handphonenya. Tangannya aktif ‘menari’ dengan kepala tunduk penuh ‘konsentrasi.’
Sementara itu, dikalangan mahasiswa juga sama. Pernah suatu ketika sekelompok mahasiswi kumpul di sebuah kafe di seputaran kampus di kawasan Pasar Minggu. Setelah basa-basi, ternyata mereka bukannya bercengkrama, suasana sontak hening. Bukan karena mereka sedang membaca sesuatu, tetapi masing-masing asyik menatap layar handphonennya.

Pagi itu Rasulullah SAW nampak sibuk memperhatikan bajunya dengan cermat, baju yang tinggal satu-satunya itu ternyata sudah usang. Dengan rizki uang delapan dirham, beliau segera menuju pasar untuk membeli baju.
Di tengah perjalanan, beliau bertemu dengan seorang wanita yang sedang menangis. Ternyata ia kehilangan uangnya. Dengan kemurahan hati, beliau memberikan 2 dirham untuknya. Tidak hanya itu, beliau juga berhenti sejenak untuk menenangkan wanita itu.
Setelah itu, Rasulullah SAW lalu melangkah ke pasar. Beliau langsung mencari barang yang diperlukannya. Dibelinya sepasang baju dengan harga 4 dirham lalu bergegas pulang. Di tengah perjalanan, beliau bertemu dengan seorang tua yang telanjang. Dengan iba, orang itu memohon sepotong baju yang baru dibelinya. Karena tidak tahan melihatnya, beliau langsung memberikan baju itu. Maka kembalilah beliau ke pasar untuk membeli baju lagi dengan uang tersisa 2 dirham, tentu saja kualitasnya lebih kasar dan jelek dari sebelumnya.

Bagaimana dengan hati anda jika melihat anak yang berjuang demi memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa membebankan orang tuanya, kemudian ia dengan karakter kesholehannya dan selalu memegang amanah majikannya? Anda sepertinya akan takjub dengan sosok anak seperti itu bukan.
Siapa sangka anak kecil pun dapat melakukan pekerjaan yang berat seperti orang dewasa. Mungkin satu dari seribu anak yang memiliki karakter kerja keras dan sholeh seperti itu, apalagi kalau jika dibandingkan dengan anak-anak sekarang pandangan kerja keras hanyalah tumpuan orang tuanya semata, anaknya hanyalah melakukan pekerjaan-pekerjaan ringan dan umumnya mereka memiliki aktivitas bermain saja.

;;