Kerjasama Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran (UAR) dinilai hanya memuluskan ekspansi ideology imamah Syiah yang membahayakan bagi Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi Hukum dan Per-Undang-Undangan MUI Pusat, Dr. Abdul Chair Ramdahan menanggapai kerjasama UIN Jakarta dan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran Rabu (18/03/2015) lalu.
Menurut Dr Abdul Chair Ramadhan, kerjasama kedua institusi itu hanya merupakan salah satu bagian dari kepentingan geostrategi Iran agar dapat diakui di Indonesia sebagai salah satu madzhab resmi dalam Islam.
“Melalui propaganda madzhab Ahul Bait yang sebenarnya menggabungkan dua aliran yakni aliran Jafari dan Itsna Asyariah sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 UUD Rep. Iran, Syiah Iran hendak melakukan ekspansi ideologi Imamah,” tegas Dr. Abdul Chair kepada hidayatullah.com, Jum’at (20/03/2015).
[baca juga: Soal Kerjasama UIN Jakarta-Iran, Pakar: Iran Lakukan Proyek Syiahisasi dan Iranisasi di Indonesia]
Masih menurut Dr. Abdul Chair kerjasama itu juga sekaligus mempertegas dan memperkuat eksistensi Pojok-Pojok Iran (Iranian Corner,red) yang tersebar di berbagai kampus di Indoensia, salah satunya seperti di UIN dan Muhammadiyah.
“Syiah Iran telah berhasil menghimpun sekte-sekte Syiah yang terpecah dalam berbagai aliran, namun Syiah Iran belum mendapatkan pengakuan secara resmi dari mayoritas Ahlus Sunnah,” ujar Dr. Abdul Chair.
Untuk kepentingan itulah, dosen yang juga konsultan hokum ini mengatakan, Indonesia dipandang menjadi mitra strategis dalam membangun opini bahwa Syiah adalah bagian dalam Islam. Terlebih lagi kerjasama yang dilakukan dengan UIN Jakarta dimana banyak para elite Syiah Iran yang menempuh pendidikan S3 di universitas itu.
“Tentu hal tersebut memang sudah dipersiapkan dengan matang dan infiltrasi kedalam UIN Jakarta tidak dapat dipungkiri,” tegas Dr.Abdul Chair.
Melalui University and Research Institute for Quran and Hadith Iran (UAR), Dr. Abdul Chair menegaskan, seolah-olah Syiah Iran hendak menunjukkan bahwa Syiah yang ada di Iran sama-sama mengedepankan Al-Qur’an yang sama dan begitu pula degan pengkajian atas hadith, tidak ada dikotomi antara hadith Ahlus Sunnah dengn Syiah, padahal dalam implementasinya Syiah cenderung antagonistik dan banyak memutilasi ayat Al-Qur’an dan hadith Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallah yang diriwayatkan oleh para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallah, terutama sahabat yang agung.
“Jelasnya, kerjasama itu tidak lebih merupakan pengembangan ekspansi ideologi Imamah Syiah Iran di Indonesia yang dilakukan secara legal, dan sekaligus sebagai basis dukungan terhadap gerakan-gerakan anti Syiah,” tegas Dr. Abdul Chair.
Untuk kepentingan itulah, kata Dr. Abdul Chair, mereka (orang-orang Syiah) memanfaatkan jalur lembaga pendidikan dan dukungan para tokoh, cendekiawan termasuk pemerintah.
Sementara itu, pengembangan studi al-Qur’an dan Hadith dalam kaitannya dengan peningkatan intelektual mahasiswa serta dosen, termasuk pertukaran pelajar dan publikasi bersama, menurut Dr. Abdul Chair jelas akan memberikan keuntungan geopolitik bagi  Syiah Iran dalam rangka mempertahankan ruang hidup ajaran Syiah, untuk kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan awam untuk mempelajari teologi Syiah.
“Kita ketahui bahwa Syiah masuk ke Indonesia melalui pendekatan teologi,” ujar Dr. Abdul Chair.
Namun, sambung Dr. Abdul Chair, tujuan akhirnya adalah mengembangkan ideologi Imamah Syiah Iran dalam rangka menunggu hadirnya Imam Mahdi versi Syiah. Selama masa ghaibnya Imam Mahdi, maka lanjutnya, semua penganut Syiah tunduk dan patuh kepada Rahbar pemimpin besar Syiah Iran yang sekarang dijabat oleh Ali Khamenei.*


0 Comments:

Post a Comment