Wanita Sebaik-Baik Motivator

DI balik perjuangan seorang lelaki, pastilah ada perempuan yang ikut berjuang dan berkorban. Perempuan-perempuan ini mengikhlaskan waktu, harta, tenaga, bahkan kebahagiaannya demi perjuangan suami.
        Dalam kehidupan Rasulullah saw, ada nama yang bertahta dalam hatinya, tak tersaingi siapa pun. Ialah Khadijah binti Khuwailid ra, istri pertama Rasulullah. Kesetiaan dan kasih sayang yang besar dipersembahkan Khadijah untuk suaminya.
Ketulusan ini malah menguat saat suaminya mulai mengemban tugas untuk menyampaikan risalah hingga tantangan dan ancaman kaum kafir Quraisy tak henti menghantam. Seketika kehidupan serba nyaman dan berkecukupan berubah menjadi perjuangan penuh kesengsaraan. Khadijah
teguh di sisi suaminya, menjadi teman berbagi derita, menjadi penghibur sekaligus pelindung Rasulullah.
        Tak heran jika Rasulullah selalu memujinya, “Khadijah beriman kepadaku ketika semua orang menolak dakwahku, percaya kepadaku ketika semua orang mendustakannya, mengorbankan hartanya untukku ketika semua orang kikir kepadaku, dan Allah memberi keturunan darinya, sementara wanita lain tidak.”
        Selanjutnya, ada sosok pendamping perjuangan suami yang mungkin terlewat oleh kita. Bahkan nama aslinya sendiri tak dikenal. Ia hanya dikenal sebagai Ummu Dzar, istri Abu Dzar Al Ghifari. Ketika cahaya Islam mulai menyambangi jazirah Arab, Abu Dzar bergegas menemui Rasulullah untuk bersyahadat sekaligus menerima konsekuensi perjuangan yang mengiringinya. Ummu Dzar-lah yang memberi pandangan pada suaminya tentang kebenaran Islam.
        Saat pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, Abu Dzar berseberangan pendapat dengannya tentang perubahan gaya hidup sebagian kaum Muslimin yang mulai sejahtera. Baginya, kehidupan yang zuhud lebih mendekatkannya kepada Allah hingga ia memisahkan diri jauh ke padang pasir. Ummu Dzar terus mendampingi suaminya, walau harus hidup terpencil di gurun pasir. Ia terus berada di sisi sang suami sampai ajal menjemput Abu Dzar.
        Kehidupan nyaman dan normal memang kerap ditinggalkan demi sebuah perjuangan. Ini juga yang dilakoni Salma binti Khasafah yang mendampingi suaminya, Al-Mutsanna, di Perang Qadisiyah. Ia terjun langsung ke medan perang untuk merawat pasukan yang terluka. Sepeninggal suaminya yang syahid, Salma menikah dengan Saad bin Abi Waqqash yang melanjutkan perjuangan Al-Mutsanna menaklukkan Persia. Bagi Salma, ini berarti ia harus terus hidup di tengah kecamuk perang. Tak banyak wanita yang bisa terus bertahan dalam kondisi tersebut. Namun, Salma telah membuktikan bahwa ia mampu terus ada di sisi suaminya, tak hanya di Qadisiyah, tapi juga di pertempuran lainnya.
Perjuangan memang butuh pendukung. Dan sebaik-baik pendukung adalah orang-orang terdekat yang bersedia mengorbankan apa yang dia miliki. Wanita-wanita mulia ini membuktikannya. (Asmawati)

0 Comments:

Post a Comment